Besok, hari Sabtu 10 Agustus 2013
dirayakan sebagai harii raya Saraswati bagi umat Hindu di Bali. Hari
raya Saraswati diperingati setiap enam bulan sekali, tepatnya pada hari
Saniscara Umanis Wuku Watugunung. Pada hari itu umat
Hindu merayakan hari yang penting tersebut. Terutama para pamong dan
siswa-siswa khususnya, serta pengabdi-pengabdi ilmu pengetahuan pada
umumnya. Umat Hindu
mempercayai hari Saraswati adalah hari turunnya ilmu pengetahuan yang suci
kepada umat manusia untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan
meningkatkan keberadaban umat manusia.
Dewi Saraswati adalah Sakti Dewa Brahma (dalam konteks ini, sakti berarti istri). Dewi
Saraswati diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam
fungsi-Nya sebagai dewi ilmu pengetahuan. Dalam berbagai lontar di Bali
disebutkan "Hyang Hyangning Pangewruh." Hari Saraswati merupakan manifestasi Hyang Widhi sebagai Dewa Ilmu
Pengetahuan, Kekuatan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya ini dilambangkan
dengan seorang Dewi, Dewi membawa alat musik, Genitri,, Pustaka suci,
Teratai, serta duduk di atas angsa.
1. Dewi simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu indah, cantik, menarik, dan lemah lembut dan mulia
2. Alat musik simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu seni budaya yang agung
3. Genetri simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu tak terbatas dan kekal abadi
4. Pustaka suci simbol, bahwa itu sumber ilmu pengetahuan yang suci
5. Teretai simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan kesucian Hyang Widhi
6. Anga adalah simbol kebijaksanaan, Angsa bisa membedakan antara yang baik dan buruk.
Pada hari Sabtu wuku Watugunung itu, semua pustaka terutama Weda dan
sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi
Saraswati. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi dihaturkan upacara
Saraswati. Upacara Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen)
Saraswati, daksina, beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air
yang diisi kembang dan wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi
dapat pula ditambah dengan banten sesayut Saraswati, dan banten tumpeng
dan sodaan putih-kuning. Upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak
boleh lewat tengah hari.
Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi.
Besoknya pada hari Radite (Minggu) Paing wuku Sinta dilangsungkan upacara Banyu Pinaruh. Kata Banyu Pinaruh artinya air ilmu pengetahuan. Upacara yang dilakukan yakni menghaturkan laban nasi pradnyam air kumkuman dan loloh (jamu) sad rasa (mengandung enam rasa). Pada puncak upacara, semua sarana upacara itu diminum dan dimakan. Upacara lalu ditutup dengan matirtha. Upacara ini penuh makna yakni sebagai lambang meminum air suci ilmu pengetahuan.
Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi.
Besoknya pada hari Radite (Minggu) Paing wuku Sinta dilangsungkan upacara Banyu Pinaruh. Kata Banyu Pinaruh artinya air ilmu pengetahuan. Upacara yang dilakukan yakni menghaturkan laban nasi pradnyam air kumkuman dan loloh (jamu) sad rasa (mengandung enam rasa). Pada puncak upacara, semua sarana upacara itu diminum dan dimakan. Upacara lalu ditutup dengan matirtha. Upacara ini penuh makna yakni sebagai lambang meminum air suci ilmu pengetahuan.
Salah satu mitologi Dewi Saraswati dijelaskan dalam kitab Aiterya Brahmana.
Dikisahkan seorang pendeta bernama Resi Kawasa keturunan Sudra Wangsa.
Pada suatu hari, sang resi memimpin suatu upacara yajña. Karena resi itu
keturunan Sudra Wangsa, maka sang resi dilarang memimpin upacara oleh
pendeta dari Wangsa Brahmana. Sang resi Kawasa diusir dan dibuang ke
padang pasir dengan tujuan agar ia mati di tengah-tengah padang pasir
yang gersang itu. Setelah ia berada di tengah-tengah padang pasir, Resi
Kawasa tetap melakukan pemujaan kepada Tuhan. Karena khusuknya pemujaan,
turunlah Dewi Saraswati dengan penuh kasih sayang. Resi Kawasa pun
diajarkan Weda mantra lengkap dengan Stuti dan Stotranya. Karena
ketekunannya, semua pelajaran dari Dewi Saraswati dapat dikuasainya
dengan baik. Kesucian dan kemampuan Resi Kawasa akhirnya jauh meningkat
dari sebelumnya.
Dewi Saraswati menganggap, kemampuan Resi Kawasa sudah luar biasa. Sang resi pun diizinkan kembali ke tempatnya oleh Dewi Saraswati. Setelah ia sampai di tempatnya semula, pendeta dari Wangsa Brahmana itu amat kagum atas keberhasilan Resi Kawasa. Resi Kawasa memang mampu menujukkan kemahirannya tentang Weda baik teori maupun praktek kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku yang bersusila tinggi. Akibat keutamaannya itu, Resi Kawasa diakui semua umat dan semua resi sebagai brahmana pendeta sejati.
Dewi Saraswati menganggap, kemampuan Resi Kawasa sudah luar biasa. Sang resi pun diizinkan kembali ke tempatnya oleh Dewi Saraswati. Setelah ia sampai di tempatnya semula, pendeta dari Wangsa Brahmana itu amat kagum atas keberhasilan Resi Kawasa. Resi Kawasa memang mampu menujukkan kemahirannya tentang Weda baik teori maupun praktek kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku yang bersusila tinggi. Akibat keutamaannya itu, Resi Kawasa diakui semua umat dan semua resi sebagai brahmana pendeta sejati.
Dewi Saraswati diyakini pula sebagai pemelihara kitab suci Weda. Hal ini
diceritakan dalam Salya Parwa sebagai berikut. Di lembah sungai
Saraswati, terdapat tujuh resi ahli Weda yaitu Resi Gautama, Bharadwaja,
Wiswamitra, Yamadageni, Resi Wasistha, Kasiyapa dan Atri. Ketika musim
kemarau datang, keadaan di lembah sungai Saraswati itu kering.
Tumbuh-tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan baik. Bahan makanan pun
menjadi sulit didapat. Karena keadaan alam yang gersang seperti itu,
Sapta Resi itupun pindah ke tempat lain. Sedangkan putra Dewi Saraswati
yang bernama Saraswata masih setia bertempat tinggal di lembah sungai
Saraswati. Karena kesetiaannya tinggal di tempat itu, Saraswata mendapat
perlindungan dari ibunya. Saraswata tetap mendapat bahan makanan dari
lembah sungai itu. Para Resi yang meninggalkan lembah sungai Saraswati,
lambat laun tidak tahan pada keadaan yang dialaminya. Karena di
tempatnya yang baru, mereka sulit juga mengubah nasib. Lagi pula para
resi tadi telah lupa pada isi Weda. Padahal, memahami Weda merupakan
suatu kewajiban yang mutlak sebagai identitas seorang resi. Gelar
resinya akan tanpa makna kalau sampai lupa pada isi Weda.
Keadaan itu menyebabkan sang Sapta Resi kembali ke lembah sungai Saraswati. Di lembah sungai Saraswati itulah para resi mohon kesediaan Dewi Saraswati membangkitkan kesadarannya untuk kembali dapat memahami isi Weda yang merupakan tugas pokoknya. Dewi Saraswati memberi anugrah apabila para resi bersedia menjadi siswanya. Para resi bertanya, apakah patut orang yang lebih tua berguru pada yang muda karena Dewi Saraswati masih sangat muda. Terhadap pertanyaan ini, Dewi Saraswati menjelaskan, seorang guru kerohanian tidaklah tergantung pada umurnya, kekayaannya, kebangsawanannya. Seorang guru kerohanian patut dilihat dari kemampuannya menguasai dan menyampaikan isi Weda. Kedewasaan spiritual Wedalah yang menjadi patokan utama. Penjelasan itu yang menyebabkan semua resi tetap berguru pada Dewi Saraswati.
Setelah kejadian itu, datang lagi enam puluh ribu orang menghadap Dewi Saraswati agar diterima sebagai murid karena ingin mendalami lautan rohani Weda. Lewat para resi dan siswa tadi, Dewi Saraswati mengidupkan dan menyebarkan isi Veda ke seluruh pelosok dunia.
Demikianlah kekuasaan Dewi Saraswati akan dapat memberikan peningkatan kesucian dan kehormatan kepada mereka yang memujanya dengan sungguh-sunguh.
Keadaan itu menyebabkan sang Sapta Resi kembali ke lembah sungai Saraswati. Di lembah sungai Saraswati itulah para resi mohon kesediaan Dewi Saraswati membangkitkan kesadarannya untuk kembali dapat memahami isi Weda yang merupakan tugas pokoknya. Dewi Saraswati memberi anugrah apabila para resi bersedia menjadi siswanya. Para resi bertanya, apakah patut orang yang lebih tua berguru pada yang muda karena Dewi Saraswati masih sangat muda. Terhadap pertanyaan ini, Dewi Saraswati menjelaskan, seorang guru kerohanian tidaklah tergantung pada umurnya, kekayaannya, kebangsawanannya. Seorang guru kerohanian patut dilihat dari kemampuannya menguasai dan menyampaikan isi Weda. Kedewasaan spiritual Wedalah yang menjadi patokan utama. Penjelasan itu yang menyebabkan semua resi tetap berguru pada Dewi Saraswati.
Setelah kejadian itu, datang lagi enam puluh ribu orang menghadap Dewi Saraswati agar diterima sebagai murid karena ingin mendalami lautan rohani Weda. Lewat para resi dan siswa tadi, Dewi Saraswati mengidupkan dan menyebarkan isi Veda ke seluruh pelosok dunia.
Demikianlah kekuasaan Dewi Saraswati akan dapat memberikan peningkatan kesucian dan kehormatan kepada mereka yang memujanya dengan sungguh-sunguh.
Semua perumpamaan itu adalah suatu metoda seni sastra agama untuk
mendatang kehalusan budi. Agama mengarahkan hidup, ilmu pengetahuan
memudahkan hidup, sedangkan seni menghaluskan hidup. Karena itulah,
memuja Tuhan Yang Maha Esa menurut pandangan Hindu juga menggunakan
aspek seni. Pemujaan kepada Dewi Saraswati tiada lain adalah memuja
Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya sebagai sumber ilmu pengetahuan suci
Weda. Menggapai kesucian Weda hendaknya juga melalui seni budaya yang
indah. Khususnya yang didasarkan oleh keindahan seni itulah yang akan
dapat dijadikan dasar untuk mencapai kesucian Sang Hyang Weda.
"Om, Saraswati namostu bhyam,
Warade kama rupini,
Siddha rastu karaksami,
Siddhi bhawantume sadam."
"Om Saraswati yang mulia indah, cantik dan maha mulia,
semoga kami dilindungi sesempurna-sempurnanya,
semoga selalu kami dilimpahi kekuatan"
"Om, Saraswati namostu bhyam,
Warade kama rupini,
Siddha rastu karaksami,
Siddhi bhawantume sadam."
"Om Saraswati yang mulia indah, cantik dan maha mulia,
semoga kami dilindungi sesempurna-sempurnanya,
semoga selalu kami dilimpahi kekuatan"
No comments:
Post a Comment